Wong Takapushi

GALLERY ELEK-ELEK'AN

Ketika Jenuh

Menjadikan hobi, kesenangan sebagai pekerjaan, (bahkan sandaran hidup) ternyata tidaklah sesederhana seperti yang mungkin dibayangkan orang. Ketika melihat seorang disainer grafis, yang (sebagian besar) memang sudah lama menyukainya, menggelutinya, lalu mendapat kesempatan bekerja sebagai disainer di perusahaan (misalnya) advertising mungkin yang dibayangkan… betapa senangnya kerja sesuai dengan bakat, hobi..
Pada tahun-tahun pertama mungkin masih terasa bergitu. Namun ketika hari-demi hari berjalan.. dan hari-hari harus selalu ‘mengeluarkan’ ide, memeras imajinasi dan bergelut dengan dinamika industri, kompleksitas system, pernik manajemen, kronik pemasaran dan seterusnya… Ide baru bukan lagi sesuatu yang ‘istimewa’ karena suka-tidak suka, mood atau tidak mood, selarik deadline produksi telah menunggu.. perlahan tapi pasti benih-benih kejenuhan mulai menetes…menetes dan menetes sebelum akhirnya membanjir…
Ketika kondisi seperti ini semakin sulit dibendung…tidak jarang bendungan ketabahanpun jebol… ujung-ujungnya… seribu pertanyaan (yang akan berkembang menjadi alasan walau klise) mulai bersliweran di benak. “sanggupkah bertahan…?” Sampai kapan?, akan kah berubah…?
Rekreasi, ya perlu rekreasi, perlu piknik ganti suasana… ke pantai, ke gunung misalnya. Tapi benarkah ketika kembali ke meja kerja kita menjadi benar-benar telah menjadi refresh, berapa lama? sebelum masuk ke lingkaran setan yang disebut kejenuhan…
Kreativitas bukan saja soal menghasilkan karya, namun akhirnya seorang pekerja seni harus benar-benar kreatif menata sirkulasi pemanfaatan waktu di luar jam kerja, perlu menu-menu yang variatif (saya bahkan berfikir untuk tidak lagi membiarkan Notebook atau PC nongkrong di ruang pribadi…. ekstrim? mungkin, tapi inilah sebenarnya sumber segala godaan selepas pulang kerja, yang kadang mampu merampas saat-saat merdeka berbaring tanpa dirumitkan oleh deadline pekerjaan besok. Sekali lagi menjadikan kesenangan sebagai pekerjaan (yang rutin) tidaklah semudah yang disangka kebanyakan orang.
Sudah ingin menyerah ?
Saatnya menggali kreasi untuk diversifikasi menu untuk waktu-waktu sepulang kerja….
READMORE
 

DI BALIK SEBUAH KARYA DISAIN

Disain adalah sebuah proses. Tidak bisa berhenti pada satu titik yang di sebut PUAS lalu selesai. Namun menggali dan terus menggali. Menyelaraskan dengan Kecenderungan Jaman yang sedang berlangsung, menyelaraskan misi dan visi dari “suara” yang ingin diwakili. Karena disain sejatinya adalah seni berkomunikasi dengan cara yang lebih esteti. Kompilasi antara Misi bersuara, kaidah kelayakan, sentuhan ‘jiwa’ seni dengan harapan akhir “Suara” yang ingin diwakili tersampai dengan lebih indah dan ‘memikat'
(Wong Takapushi ; Kitab Tukang Disain' Bab I, ayat 1, juncto Bab V Pasal 8998 b)
Pernahkah terpikir, bahwa untuk menghasilkan sebuah produk disain yang sangat sederhana, harus melewati ‘detik-detik’ menyakitakan.. (terdengar terlalu melo?… may be). Yes Dunia disain adalah dunia idealisme. Seni menjadi stempel untuk ‘mengesahkan’ segala kaidah atau argumen yang kadang jauh dari nalar ordinari.
Namun terlepas dari itu, sebuah karya disain melewati proses yang tidak datar-datar saja, mesti memeras otak, menunggu ilham jatuh gedubrak di atas meja.. bertarung dengan mood, yang kadang ngadat, menghabiskan bergelas-gelas kopi, berbatang-batang sigaret. Berkelok-kelok zig-zag di antara banyak rambu yang dipasang oleh pemberi order, penerima order, supervisor dan paling ujung bagian produksi. Di sinilah sebenarnya jalanan sering terjal melelahkan dan kadang (sumpah) menyakitkan.
 Hyperbolic ? may be.. tapi hal ini kerap terjadi, hanya kadarnya saja yang berbeda, dan tentu saja tingkat kedalaman idealisme, menjadi ukuran seberapa kental kadar ‘konflik’ seperti ini.
Tak jarang saya termenung, di depan monitor, saat Big Bos bilang “itu warnanya jangan hijau !!! ndak sinkrun…, ganti merah !!!” Of course selarik puisi Big Boss adalah sebuku Undang-undang yang mengikat. Lenyap sudah sususan rapi deskripsi latar belakang, filosofi, bla…blaa..blaa yang dirangkai berjam-jam tadi.
Hanya sisi kecil, dari balik meja disain.. yang kadang membuat saya tidak lagi kerasan menduduki ‘singgasana’ yang dulu diimpikan penuh kebanggaan… Yah mungkin seorang disainer, harus terlebih dulu belajar mendisain idealisme, kadar kompromi, kekebalan terhadap perintah tanpa argumen.. sambil tetap menjaga kadar seni, estetika, dan ‘ciri khas’, … yah seorang disainer meski kelas pemula sekalipun pasti sudah tersemat gaya dasar.. yang kemudian beranjak menjadi ideologinya.
Sebuah tanya yang kerap menggoda, Dimana sebaiknya kuletakkan “gairah berkarya” ini, di lemari hobi yang di buka sesekali, atau dietalase toko?. Menjadikan hobi sebagai sebuah pekerjaan, ternyata tak semudah yang ku duga

READMORE
 

WPAP : Fajar yunior

PENAMPAKAN AWAL.. ini penampakan awal sekali alias test kemiripan awal, berhubung grogi hihi..hihi.. takutnya kalau Papa & Mamanya sampek pangling... FACET awal sebelum di jungkir balik lebih lanjut

READMORE
 

Spanduk Untuk Puri Kinanthi Samarinda

Ini salah satu Client loyal saya, saya berterima kasih pada Mas Bagus yang masih mempercayai saya, meski sya udah gak di Kalimantan lagi, semoga yang kali ini sesuai dengan yang di harapkan

READMORE
 

DAFA in WPAP

I
Ini utang saya terakhir untuk Samarinda di tahun 2012. Ini DAFFA, ponakan saya di Samarinda, seperti saya janjikan pada RINDA dan AGUS, sebagai kenangan dan ucapan terima kasih untuk persahabatan, mitra kerja dan persaudaraan (semoga Papa mamanya gak pangling)


READMORE
 

Maroon Elegant Untuk Papa Denis

MBAH KROMO SENSES Project 2 ; 
Setelah sukses dengan Green Simple untuk Kangmas Kateluk, ini merupakan gawe ke dua yang berlabel D'KROMOS (De-Mbah Kromo Senses). Fotografi oleh Mas Sutris. Dalam Proyek yang sama merit-nya keponakan saya Denis, tapi ini versi Papa-nya.. konon Sang Papa punya dua Versi undangan, yang satu lagi saya gak tahu... Merah maroon yang elegant, begitu yang diinginkan oleh Kang Mas Darmaji van Sanen.


DALAM

Sebenernya ini agak rumit, mengingat sejak dari jaman balita, saya dan kangmas saya ini gak pernah kompak, meski sebenernya sama-sama bisa memahami mindset masing-masing, sudah ada benang merah sebenernya.. tapi kali ini kita berdua 'sepakat diam-diam' untuk 50:50. Saya ACC konsep Maroon elegan, dan dia ACC konsep minimalis gak banyak tulisan basa-basi... (meski akhirnya ditawar lagi... dan kompromo lagi) jadi sebenrnya 75:25.. . 

LUAR


Yah akhirnya inilah hasil mufakat kedua belah pihak

READMORE
 

MAROON GLAM untuk Denis

Setelah berdiskusi, dan eyel-eyelan, maka inilah disain final untuk Denis, keponakan saya, alias putrinya Kang Mas saya yang gagah blengah-blengah Kang Mas Darmaji van Sanen. Sebuah disain yang saya beri judul "Maroon Glam", konsep awal yang di minta Denis, perpaduan klasik dan maroon, bingung juga tuh menerjemahkannya, wal hasil inilah disain paling Kompromis yang paling mufakat, tetap Musyawarah untuk Mufakat.. heheh. Seberapa bagus kah? sak karepe sing ngarani

KOVER DEPAN




ISI DALAM




Nuansa klasik yang diinginkan, saya terjemahkan dalam warna kertas tua, ukiran tua, mungkin ingin mewakili makna keabadian, ketegaran ditengah perjalanan waktu (jam kuno) sedangg warna maroon, aslinya setengah memaksakan diri menruhnya.. mengingat Denis super ngeyel harus maroon, yang konon mengesankan suasana anggun, elegan...
READMORE